Pak Rofik

Pak Rofik, sumber : facebook pribadi beliau


Ketika sedang sarapan di warung pinggir jalan, sekitar jam 9 pagi. Ada info masuk ke WAG tentang meninggalnya Pak Rofik Untardi, Bendahara PDM Kabupaten Blitar. Tentu ini sangat mengagetkan. Sakit apa gerangan?

Pak Rofik sosok yang ramah, dan murah senyum. Nampak selalu ceria. Dalam organisasi, beliau punya kesan unik bagi saya. Terutama ketika PDM, melalui Majelis, menggelar acara dan dana belum tercukupi, kedatangan Pak Rofik selalu dinanti. 

Namun lebih dari itu, Pak Rofik punya kesan lain, terutama perihal ketertarikannya dalam dunia literasi. Cerita-cerita pada waktu beliau kuliah, menulis untuk beberapa koran, sampai dimuat ke Jawa Pos.

"Baru sekali itu, lalu ngirim lagi kok sulit masuk ya?" Ujarnya, ketika kami nongkrong di warung ronde Pak Sabir, Jatinom.

Meski bidang pekerjaannya berurusan dengan keuangan, ternyata Pak Rofik menaruh perhatian cukup besar pada bidang kajian keagamaan, masalah ideologi khususnya, serta dunia baca-tulis.

Ketika Paguyuban Srengenge akan mengadakan acara bedah buku, Kang Khabib dan Kang Atim sowan ke rumah beliau. Saya tidak bisa ikut sebab kala itu sedang sakit. Pak Rofik selalu menantikan momentum ngopi bersama kami, sembari membincang ideologi atau literasi.

Serta yang terngiang, saat beliau ingin kembali menulis, meski sempat sekali menulis di web Mblitarmu dulu, karena terus ditagih Kang Atim. Meski dulu sering menulis, namun karena terdera kesibukan pekerjaan, mungkin perlu diasah ulang.

Pak Rofik juga sempat mengira saya anak TI, bertanya-tanya soal blogger. Sebab ternyata beliau tahu sedikit banyak tentang dunia web dan blog. Beliau kaget saat tahu saya anak pendidikan, jurusan guru.

Barangkali tidak hanya Pak Rofik yang mendapat informasi keliru tentang diri saya dari orang lain. Sebab tak sedikit juga yang mengira saya anak sastra. Hehe

Atensi beliau itu sebenarnya sangat penting untuk penyemangat kami. Jelas, diskusi soal literasi atau ideologi bukan topik yang menarik, apalagi bagi salah satu pimpinan seperti beliau. Ada banyak topik praksis yang bisa dibahas dan dianggap lebih penting, seperti ekonomi misalnya.

Perhatian beliau, menjadi dukungan sekaligus harapan bahwa api ideologi dan literasi bisa dihidupkan. Setidaknya, ada celah untuk itu. Karenanya, perbincangan dengan Pak Rofik selalu memberikan letupan semangat.

"Nanti pas ada waktu senggang ngopi-ngopi di rumah saya mas rizal, ajak teman-teman yang lain," Pinta Pak Rofik suatu ketika.

Tak disangka, belum sampai hal itu terwujud, beliau sudah dipanggil ke hadirat Illahi. Innalilahi wainnailaihi rojiun. Beliau sosok yang menyenangkan nan ceria, semoga amal ibadah beliau diterima disisiNya.

Malam harinya, nomor whatsapp beliau mengirimkan story ungkapan bela sungkawa. Tentu itu dari keluarga beliau. Selintas saya melihat profilnya, di bawah informasi nomor telepon, Pak Rofik sempat memperbaharui status wa-nya pada 27 Januari.

Disana tertulis kalimat : Ada waktunya sendiri. Kalimat itu bisa bermakna dua hal, waktu untuk sendiri atau akan ada waktunya sendiri, entah untuk apa. Setiap kata selalu memicu tafsir. 

Selamat jalan, Pak Rofik. Perkenalan dan perjumpaan singkat yang berkesan. []

Malang, 13 Februari 2019
Ahmad Fahrizal Aziz

loading...