Anies dan Jalan Kekuasaan yang terjal



Siapapun berhak suka atau tidak suka dengan figur tertentu, termasuk yang belakangan menjadi sorotan adalah Anies Baswedan. Tapi Anies secara sadar, jauh-jauh hari mengatakan dalam berbagai forum, bahwa orang yang sedang mejabat posisi tertentu, selalu menjadi obyek kritik. Seperti yang pada akhirnya ia alami, ketika memutuskan masuk politik, figurnya seolah tereduksi.

Tapi Anies bukan figur yang baru dikenal kemarin sore. Jejak aktivismenya begitu panjang. Terutama ketika menggagas Indonesia Mengajar. Jika anda melihat pidatonya dalam sebuah acara Tedx, betapa terpukaunya kita dengan gagasan, pemikiran, dan kata-kata yang diucapkan.

Sampai-sampai, beberapa kalimat yang dia sampaikan menancap begitu kuat dalam kepala saya, dan selalu terngiang hingga saat ini. Seperti ketika ia mengatakan bahwa program Indonesia Mengajar, bukan soal suplai guru, tapi menyiapkan pemimpin masa depan. Sebab banyak yang sudah bekerja mapan, dengan gaji besar, namun rela meninggalkan kenyamanannya demi mengikuti program Indonesia mengajar ke pelosok-pelosok.

“Mereka punya sejuta kesempatan untuk hidup nyaman, tapi mereka tinggalkan. You are pejuang. Kita merindukan pemimpin seperti mereka, yang memiliki world class competence, dan grasroot understanding,” ujar Anies.

Kalimat ini begitu menancap dalam ingatan, bahwa banyak yang bisa hidup enak dalam kemapanan, namun ketika dihadapkan persoalan realitas, terutama masalah grassroot yang serba kompleks, tidak semua bisa berhasil. Karena begitu lebarnya jarak antara kemapanan dan kemiskinan, sehingga saking tidak mau ribet, kerap kali ketika orang yang sudah mapan ini berkuasa, dilibas begitu saja masyarakat miskin tak berdaya itu dengan kebijakan-kebijakan yang memihak.

Anies sendiri sebenarnya tengah membuktikan hal tersebut, ketika pada akhirnya berhasil memenangi Pilgub DKI, kini bagaimana grassroot understandingnya dibuktikan. Dari yang sebelumnya akademisi dan aktivis sosial, kini menjadi pemangku kebijakan.

Jalan menuju kekuasaan yang terjal, dari konvensi Capres Demokrat, menjadi Jubir Jokowi-JK, menjadi Menteri dan kemudian di resufle, sampai kini menjadi Gubernur DKI Jakarta. Tidak mudah. Karena itulah, ia akan terus menjadi obyek kritik. Pasti!

Tabik,
Fahrizal