loading...
| Seri catatan pemilu 2019
Apa gempuran paling keras bagi pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin? Yaitu, Tertangkapnya Romahurmuzy (Romi) oleh KPK. Itu gempuran yang sangat keras. Sebab Romi cukup dekat dengan Jokowi, dan Romi tak punya jabatan apa-apa di Pemerintahan.
Namun Romi disinyalir punya kuku yang tajam di Kementrian Agama, yang menterinya adalah kader Partainya. Bagaimana mungkin orang tak punya jabatan birokrasi bisa punya power di dalamnya? Jelas karena posisinya sebagai ketua parpol.
Jabatan politik membuatnya sangat kuat. Pengaruhnya kuat. Apalagi jika dekat dengan pemangku jabatan tertinggi, yaitu Presiden. Itulah sebab kenapa ketua parpol itu nempel seperti perangko dengan Presiden.
Terkhusus Romi memang sangat mencolok. Dia nampak selalu ingin tampil paling depan, bahkan sejak ramai-ramai pemilihan cawapres. Dia selalu ingin berstatemen, dan dialah yang pertama memberi sinyal bahwa cawapres inisialnya M.
Bahkan pernah meminta Kiai Maimun Zubair untuk mengulangi doa, ketika yang disebut dalam doa adalah Prabowo. Sampai-sampai membuat Vlog selepas doa, di ruang pribadi Kiai, untuk memastikan jika yang didukung Kiai Maimun adalah Jokowi, dan bukan Prabowo.
Ketika dia terkena OTT KPK, suasana jadi gempar. Tim kampanye 01 menyebut tak ada keterkaitan, dan tak akan menggerus suara 01. Padahal bisa jadi itu salah satu gempuran politik yang cukup keras, bagi paslon 01.
Gempuran kedua, sebenarnya ada. Akhir-akhir ini di Garut. Ketika ada kapolsek mengaku diminta memenangkan paslon 01. Bahkan kapolsek itu meminta dampingan LSM dan aktivis sekaliber Haris Azhar.
Ini sangat serius jika diusut. Tidak main-main. Ngeri sekali. Ketika kekuatan negara, apalagi aparat penegak hukum, dijadikan alat politik.
Mungkin banyak yang menyayangkan, kenapa pada akhirnya pengakuan itu dicabut. Tidak jadi panjang lebar. Gempuran kedua pun balik lagi, seperti meninju tembok karet. Namun isu ini sudah menggelinding di ruang publik.
Gempuran lain sangat banyak. Namun mentah saja. Tak terlalu berpengaruh, bahkan untuk sekedar menggerus 2% elektabilitas paslon 01, rasanya sulit. Padahal jarak terdekat antara paslon 01 dan 02 adalah 11%. Sebagian besar lembaga survey malah menyebut jaraknya lebih 20%.
Tinggal 17 hari tersisa, rasanya sulit untuk menggeser kemenangan paslon 01. Bahkan ketika ada momentum politik seperti ini, justru dari paslon 02 mengeluarkan statemen yang tidak sejuk : soal jatah kursi menteri, PAN 7 dan PKS 6.
Ini ibarat menggempur diri dari dalam. Ketika lawan politik sedang digempur isu dari luar, tim 02 justru menggempur diri sendiri, dengan statemen yang membuat publik tak bersimpati.
Selama ini barangkali begitulah yang terjadi. Padahal paslon 01 mendapat banyak gempuran. Namun tak ada penawarnya. Paslon 02 nampaknya, sejauh ini, masih belum cukup greget menawarkan diri sebagai pengganti. Padahal tawaran satu-satunya ya paslon 02.
Seperti kurang ada daya letupnya.Padahal yang dihadapi adalah petahana. Bukan lagi Jokowi 5 tahun silam. Ketika pemilih 01 berkurang, belum tentu larinya ke 02. Mungkin tidak lari kemana-mana. []
Sleman, 1 April 2019
A Fahrizal Aziz

