Sejak menjadi cawapres mendampingi Joko Widodo pada pemilu 2019, nama KH. Ma'ruf Amin banyak dibicarakan, banyak orang pula tertarik untuk mencari tahu sosoknya yang selama ini mungkin hanya dikenal luas sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Memulai pendidikan
KH. Ma'ruf Amin adalah putra semata wayang pasangan Kyai Haji Muhammad Amin dan Hj. Maimunah, yang lahir di Kresek, Kabupaten Tangerang, Banten pada 11 Maret 1943. Saat itu, penjajah Jepang mulai melakukan ekspansi aktif menggeser penjajah Belanda.
Oleh sang ayah, mulanya Ma'ruf Amin dinamakan Ma'ruf Al Kharki, terinspirasi dari nama seorang Sufi besar asal Persia yang terkenal di Irak, Abu Mahfudz Ma'ruf bin Firus Al Kharki. Namun justru masyarakat lebih familiar dengan sebutan Ma'ruf Amin, hingga akhirnya menjadi nama resminya.
Sejak kecil, Ma'ruf Amin sudah belajar agama bersama Ayahnya, meski lebih sering diasuh oleh murid-murid ayahnya. Pagi harinya berangkat untuk mendapatkan pendidikan formal di SD, sore harinya belajar agama di Madrasah Diniyah.
Selapas SD, saat berusia 12 tahun, Ma'ruf Amin mulai mondok di Pesantren Al-Khairiyah Citangkil, Banten. Hanya beberapa bulan, lalu pindah ke pondok tradisional Salafi, yang masih di kawasan Serang, Banten.
Tak begitu lama, Ma'ruf Amin dipindahkan Ayahnya ke Jawa Timur. Kala itu ada dua pilihan, apakah ke Gontor atau ke Tebuireng. Akhirnya dipilihlah Tebuireng Jombang dengan alasan, pesantren tersebut didirikan KH. Hasyim Asy'ari yang merupakan murid Syekh Nawawi Al Bantani, Ulama asal Banten.
Selama empat tahun Ma'ruf Amin mondok di Tebuireng, lalu hijrah ke Yogyakarta dan berniat melanjutkan pendidikan di IAIN Yogyakarta, namun keinginan itu diurungkan dan kembali ke Banten. Ma'ruf Amin sempat bersekolah di SMA Muhammadiyah daerah Priok, meski tidak sampai selesai.
Karena merasa pesantren adalah dunianya, Ma'ruf Amin pun berkelana dari satu pondok ke pondok lain untuk belajar sekaligus mengajar. Beberapa pondok yang pernah ia singgahi antara lain, Pesantren Caringin, Labuan Pandeglang, Pesantren Petir dan Pesantren Pelamunan Serang.
Pada usia 21 tahun, Ma'ruf Amin menikah dengan Siti Huriyah dan dikaruniai delapan orang anak. Pada tahun 1964 itu, Ma'ruf Amin bersama istrinya mulai menetap di daerah Tanjung Priok, mengontrak rumah di daerah Koja.
Setelah menikah itulah, Ma'ruf Amin mulai melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Dipilihlah Universitas Ibnu Khaldun, dan masuk Fakultas Ushuludin. Saat itu gedung kuliahnya masih terletak di Jalan Senen Raya Jakarta Pusat.
Aktivitas organisasinya dimulai ketika Ma'ruf Amin mendirikan GP Anshor ranting Koja, yang kemudian ia menjadi ketua pertamanya. Uniknya, gerakan pertama yang dilakukan Ma'ruf Amin bersama GP Anshor justru membentuk drumband. Setelah itu ia menjadi ketua GP Anshor cabang Tanjung Priok dan Ketua Front Pemuda Tanjung Priok.
loading...
Keaktifannya dalam organisasi, membuat Ma'ruf Amin pun naik menjadi ketua cabang NU Tanjung Priok dan bergaul dengan banyak Kyai dari berbagai daerah. Karena pergaulan yang luas itulah, Ma'ruf Amin semakin memperdalam ilmunya.
Uniknya, Ma'ruf Amin benar-benar merangkak dari bawah, dari pemuda hingga pada posisi sebagai Kyai besar. Meski ayahnya seorang tokoh agama, namun Ma'ruf Amin membangun sendiri ketokohannya tanpa bayang-bayang sang ayah, dan memilih Ibukota Jakarta sebagai tempat penempaannya.
Pada saat menjadi ketua cabang NU Tanjung Priok, Ma'ruf Amin yang masih berusia 23 tahun kala itu juga duduk sebagai Wakil ketua PWNU Jakarta. Kala itu NU adalah partai politik dan ikut pemilu 1971. Partai NU mendapat 7 kursi DPRD DKI Jakarta, dan Ma'ruf Amin menjadi salah satu yang mendapat tujuh kursi tersebut.
Karir politik
Meski paling muda, Ma'ruf Amin dipilih menjadi ketua Fraksi Golongan Islam DPRD DKI Jakarta (1971-1973), lalu Pemerintah Orde baru membuat fusi parpol yang mana semua parpol Islam berafiliasi dengan PPP. Lalu karir politik Ma'ruf Amin pun masih berlanjut di DPRD DKI Jakarta dan menjadi ketua Fraksi PPP (1973-1977).
Ma'ruf Amin menjadi anggota DPRD DKI Jakarta hingga tahun 1982, dengan jabatan terakhir sebagai ketua komisi A dari Fraksi PPP.
Ia pun naik ke jajaran PBNU dan menduduki Khatib Aam PBNU (1989-1994), periode berikutnya menjadi Rais Syuriah PBNU (1994-1999). Pada periode itupula, karir politiknya di legislatif naik menjadi anggota MPR RI (1997-1998).
Pasca rezim orde baru lengser, KH. Ma'ruf Amin termasuk salah satu orang yang mendesak agar NU memiliki partai, maka lahirlah PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) pada 23 Juli 1998 dan KH. Ma'ruf Amin menjadi ketua Dewan Syuro dengan ketua Umumnya, Matori.
PKB pun ikut pemilu 1999 dan meraih 12,61% suara dan berhak atas 51 kursi DPR RI. Sebagai salah satu pendiri PKB, KH. Ma'ruf Amin pun menjadi anggota DPR RI, dan duduk sebagai ketua komisi VI yang salah satu tugasnya membahas RUU terkait agama dan pendidikan. Bahkan beliau menjadi salah satu kandidat ketua DPR RI, meski akhirnya terpilih Akbar Tanjung dari Golkar.
Tak banyak yang tahu, bahwa KH. Ma'ruf Amin termasuk salah satu tokoh awal, bersama Prof. Amien Rais, yang membentuk koalisi poros tengah dan berhasil mengangkat Gus Dur sebagai Presiden dalam voting di Parlemen.
Ekonomi Syariah
Salah satu gagasan yang melekat dari sosok KH. Ma'ruf Amin adalah soal ekonomi syariah. Saat ia masuk dalam komisi fatwa MUI, sempat ramai dengan munculnya fatwa haram bunga Bank, karena dianggap riba. Sehingga mendorong banyak nasabah bank konvensional memindahkan dana ke Bank Syariah.
KH. Ma'ruf Amin terus mendorong penguatan ekonomi syariah dengan menjadi ketua BPH DSN (Dewan Syariah Nasional). Ia terus berkecimpung dalam mengembangkan ekonomi syariah, dan karena itulah dianugrahi gelar Doktor Honoris Causa (HC) dalam bidang ekonomi syariah pada 5 Mei 2012 oleh UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Gelar berikutnya pada 24 Mei 2017, beliau dikukuhkan sebagai guru besar, Profesor Honoris Causa (HC) dari UIN Maliki Malang juga dalam bidang ilmu ekonomi Muamalat Syariah.
Berikutnya, selain dikenal sebagai pengasuh pondok pesantren Al Nawawi Banten, kiprah KH. Ma'ruf Amin terlihat ketika menjadi ketua umum MUI dan Rais Aam PBNU (2015-2020). Sebelumnya menjadi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) bidang hubungan antar agama (2010-2014).
Kini, pada usianya yang sudah masuk kepala tujuh, beliau mencalonkan sebagai wakil presiden mendampingi Joko Widodo dalam pemilu 2019. Namanya diusulkan oleh PKB, partai yang pernah ia dirikan dahulu bersama para kyai lainnya. []
Blitar, 31 Januari 2019
Ahmad Fahrizal Aziz
Sumber bacaan utama :
Buku KH Ma'ruf Amin, Penggerak Umat Pengayom Bangsa yang ditulis Anif Punto Utomo, diterbitkan Sinergi Aksara.