Menikmati Karya Sastra (3)

Salah satu mata pelajaran Unas untuk siswa kelas Bahasa adalah Sastra Indonesia. Dua mapel lain adalah Bahasa Arab dan Antropologi. 3 Mapel wajibnya tetap Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia.

Saat mengerjakan soal-soal Mapel Sastra Indonesia, mata saya tertumbuk pada sebuah soal yang diawali dengan lirik lagu Roman Picisan - Dewa19.

Tatap matamu bagai busur panah
Yang kau lepaskan ke jantung hatiku
Meski kau simpan cintamu masih
Tetap nafasku wangi hiasi suasana
Saat ku kecup manis bibirmu

Tak disangka salah satu lagu Dewa19 masuk menjadi soal UN Sastra Indonesia 2009. Biasanya lagu-lagunya Koes Ploes atau Ebiet G.A.D, atau Rhoma Irama.

Saya tahu sebagian besar lagu Dewa19, terutama di album Bintang Lima. Album perdana setelah vokalisnya berganti dari Ari Lasso ke Once Mekel. Namanya pun menjadi Dewa saja. Baru beberapa tahun kemudian kembali ke Dewa19. Tapi bukan itu pertanyaannya. Pertanyaannya adalah, lagu tersebut mengandung Majas apa?

Dari lirik diatas, yang paling mungkin mengandung majas adalah kalimat "tatap matamu bagai busur panah". Bimbang apakah itu majas metafora atau asosiasi (perumpamaan). Kemungkinan besar adalah majas asosiasi, karena mengumpamakan tatapan mata seperti busur panah.

Memang untuk istilah majas tidak semua bisa kita hafal, meskipun secara langsung kita mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah kalimat akan memicu daya tariknya sendiri jika menggunakan majas.

Bisa menimbulkan pertanyaan, mencipta beragam tafsir dari pembaca, atau hanya sekedar memberi variasi dari kalimat-kalumat yang umum digunakan orang.

Ungkapan "kamu cantik, kamu manis" tentu sudah sangat biasa. Coba sedikit menggunakan majas, tentu lebih bervariasi dan lebih memicu orang lain untuk mwmberikan makna-makna yang berbeda.

Semisal ada istilah "kemacetan mengular". Anak kecil yang mendengar atau membacanya, mungkin akan bingung. Apa hubungannya macet dengan ular? Orang dewasa mungkin lekas memahami, maksudnya macetnya panjang seperti tubuh ular.

Lucu kan? Bahkan berita yang mestinya menyampaikan sesuatu secara lugas, kini juga sudah kemasukan majas metafora. Apalagi dengan karya sastra yang menjadi gudangnya majas?

Menarik. Itulah salah satu daya pikat karya sastra. Ada banyak kalimat tak biasa dihasilkan, dicipta, sehingga memberikan variasi.

Untuk menjelaskan "menangis" saja biasa memiliki banyak variasi. Air mata menganak sungai, membanjiri pipi, pipinya basah, derai-derai airmata, dll.

Itulah kenapa dulu saya sering mencari koran terbitan hari sabtu dan minggu, karena biasanya ada rubrik sastra/budaya. Ada cerpen dan puisi yang dimunculkan, untuk dinikmati. []

Blitar, 12 Juli 2017
Ahmad Fahrizal Aziz