Puasa sebagai bengkel Rohani




Oleh A Fahrizal Aziz *)

Di bulan puasa, habit (kebiasaan) sebagian besar Umat Islam berubah signifikan selama satu bulan. Selain perubahan jam makan, aktivitas ibadah lain juga bertambah. Misalkan, shalat tarawih, qiyamul lail, tadarus, sedekah, kajian keIslaman, dll.

Misalkan, karena puasa disunnahkan untuk makan sahur, maka jam sebelum atau sesudah makan sahur itu biasanya digunakan untuk shalat tahajud. Aktivitas lain, untuk mengisi pagi hari, biasanya masjid atau mushola mengadakan tadarusan bersama. Sekolah, biasanya mengadakan pondok Romadhon atau pesantren kilat. Sore harinya, selagi menunggu berbuka, biasanya ada kajian KeIslaman. Itu belum termasuk yang menyumbang takjil untuk dikirimkan ke masjid-masjid atau musholla.

Dulu, waktu masih di IMM, setiap sore ada kajian bersama di kampus, setelah itu berbuka bersama dengan takjil yang sudah disediakan. Takjil atau makanan berbuka itu biasanya sumbangan dari warga Muhammadiyah yang rela membantu untuk kelancaran acara. Malamnya, diisi dengan tarawih bersama, dimana yang menjadi Imam dan mengisi kultum adalah kader IMM sendiri. Yang laki-laki menjadi Imam, yang perempuan mengisi Kultum setelah shalat tarawih selesai. Hal ini dilakukan juga untuk melatih kader-kader agar terbiasa memimpin kegiatan keagamaan.

Di bulan Ramadhan, suasana fastabiqul khoirot itu begitu terasa, baik di Masjid-masjid, maupun di setiap ormas Islam. Di kampus saja, setiap ormas melakukan kegiatan yang hampir sama. Padahal di UIN Malang sendiri ada banyak sekali ormas, selain IMM, HMI, PMII, dan KAMMI, juga ada perkumpulan alumni Ponpes yang jumlahnya lebih banyak. Belum lagi Orda (Organisasi daerah) yang juga melakukan hal yang sama.

Uniknya pula, setiap ormas itu memiliki sekretariat/komisariat/basecamp berupa rumah kontrakan di sekitaran kampus. Jadi terlihat betul betapa meriahnya. Terutama PMII dan alumni ponpes yang rutin mengadakan tadarusan bersama di kontrakannya masing-masing, dengan menggunakan sound system.

Di hari biasa, agenda semacam itu belum tentu dilakukan seminggu sekali. Termasuk agenda pribadi seperti shalat tahajud, tadarus, dan sebagainya. Namun setidaknya, bulan puasa ini bisa menjadi bengkel untuk lebih menguatkan kembali rohani kita. Moment bulan puasa ini bisa memperbaiki simpul-simpul spiritual kita yang rapuh dihari-hari biasa. Sehingga setelahnya, kita bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi.

Hanya yang menjadi soal, apakah bulan Ramadhan ini benar-benar dihayati sungguh-sungguh, atau sekedar agenda tahunan yang lewat begitu saja? Disinilah, kepekaan spiritual kita harus di asah. Bulan Ramadhan adalah moment yang baik untuk menghayati itu semua. (*)

Blitar, 1 Ramadhan 1437 H