Saatnya Prabowo Menjadi Presiden



Jalan Prabowo menuju RI 1 terbilang cukup sulit nan berliku, meski ada banyak kesempatan. Sebut saja, sejak era orde baru, ketia ia menjadi menantu Pak Harto, ketika karir militernya melejit cukup signifikan. Prabowo punya kans cukup besar meneruskan jabatan mertuanya, bahkan dibandingkan putra dan putri Pak Harto sendiri.

Seiring redupnya kekuasaan orde baru, karir militer Prabowo juga meredup dan memilih berhijrah sebagai pengusaha. Sebagai pengusaha, Prabowo terbilang sukses, dan karenanya bisa terjun ke dunia politik dengan mulus.

Pada 2004, Prabowo mengikuti konvensi capres Partai Golkar. Kalah bersaing dengan mantan atasannya, Wiranto. Namun ikhtiar politiknya terus digaungkan dengan mendirikan partai sendiri, Gerindra. Bersama Gerindra, Prabowo juga terbilang sukses. Pada pemilu 2014 partai ini bisa menembus 3 besar, dan diprediksi akan merangsek ke urutan 2 di bawah PDIP, mengungguli partai Golkar.

Pada 2009, Prabowo kembali maju pilpres dengan menurunkan grade sebagai cawapres. Pada tahun itu Prabowo jelas belum seterkenal sekarang. Meski berpasangan dengan Megawati. Tragisnya, suara pilpres 2009 dibungkus habis oleh pasangan SBY-Boediono hanya dalam satu putaran. Betapa kuat dan superiornya SBY kala itu.

Meski kalah dalam pilpres 2009, nama Prabowo sudah mulai dikenal luas. Ia masuk dalam survey teratas capres 2014, mengungguli seniornya Megawati dan sekaligus Jusuf Kalla. Dalam survey manapun Prabowo tak tertandingi, dan bahkan bisa disebut akan memang mudah jika maju dalam pilpres 2014, siapapun pendampingnya.

Megawati dan Jusuf Kalla adalah dua kompetitor terberat kala itu. Prabowo hanya bisa dikalahkan, andai Megawati berpasangan dengan Jusuf Kalla. Pada akhir 2013, banyak yang menduga Prabowo lah Presiden pengganti SBY. Sebab sepertinya Megawati pun akan memberikan dukungan pada Prabowo, mengingat betapa dekatnya PDIP dan Gerindra sejak 2009 sampai pada Pilgub DKI Jakarta 2012.

Namun ada guncangan elektoral ketika Jokowi dimasukkan radar survey capres 2014. Mengagetkan, sebab Jokowi berada diurutan pertama, persis menggeser Prabowo. Siapa akan sangka kalau Jokowi yang kala itu masih mejabat Gubernur DKI Jakarta akan maju pilpres 2014? Nyaris tak ada.

Tingginya elektabilitas Jokowi membuat internal PDIP berembuk dan membuat strategi baru. Tidak ada lagi yang bisa menyaingi Prabowo selain Jokowi. Tetapi Jokowi juga perlu pendamping kuat agar bisa menang.

Strategi baru dibuat : Jokowi dicalonkan menjadi Presiden dan mengharap Jusuf Kalla sebagai cawapres. Tidak ada nama lain selain Jusuf Kalla yang bisa memperkuat elektabilitas Jokowi yang sebenarnya sudah kuat. Namun jika salah memilih cawapres, dan Prabowo menggandeng cawapres yang tepat, keadaan bisa berbalik.

Akhirnya, kemenangan Prabowo yang sudah nampak mata. Juga analisis-analisis bahwa Prabowo adalah Presiden setelah SBY, tertunda sejenak. Padahal pada pilpres 2014, Prabowo berada pada puncak performa. Sebut saja dari sisi elektabilitas, juga dari dukungan partai politik.

Ternyata bukan Prabowo lah presiden setelah SBY, namun Jokowi. Tentu tidak mudah melewati momentum 2014 dengan kekalahan. Sebab 2014 adalah momentum langka, momentum terkuat Prabowo dan elemen yang mendukungnya.

Lima tahun berikutnya, 2019, tentu sudah berbeda. Sebagai politisi kawakan, Prabowo tentu menghitung dengan cermat. Andai ia maju, mungkin kalah lagi, namun dalam politik selalu ada celah untuk menang. Sekecil apapun, perlu diperjuangkan.

Persisnya Prabowo tidak hanya berpikir bagaimana agar dirinya memenangi pilpres, namun juga bagaimana dengan masa depan partainya. Itulah sebabnya ia memilih Sandiaga Uno.
loading...



Prabowo mungkin sedikit lega karena partainya, Gerindra, punya trend positif dalam survey. Ia akan membawa Gerindra sebagai partai terbesar kedua di Republik ini. Mengalahkan Golkar, juga Demokrat besutan SBY.

Secara personal, dalam hal elektabilitas, Prabowo sudah mengungguli Megawati ketua Umum PDIP. Prestasi partainya pun akan mengalahkan partai Demokrat yang dikendalikan SBY. Dalam dua konteks di atas, Prabowo mengungguli Mega dan SBY.

Tinggal dirinya, menuju kursi RI 1, yang sepertinya masih perlu berhitung lebih cermat. Hitungan Prabowo pun terbilang cukup cermat. Andai pun ia kalah kembali, ia sudah "menabung" lewat Sandiaga Uno. Seperti dirinya dulu yang gagal sebagai cawapres.

Elektabilitas Sandiaga Uno akan tinggi pada pemilu 2024. Bahkan bisa menjadi bintang utama. Diperkuat dengan Anies Baswedan yang sudah menyelesaikan jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Gerindra tidak akan kehabisan stok dan kecemerlangan pada tahun-tahun berikutnya.

Itu kalau kalah, Kalau menang? Banyak yang mengharap Prabowo menjadi Presiden, atau sudah saatnya Prabowo menjadi Presiden, setelah sekian lama. Betapa sulitnya jalan untuk sang Jenderal?

Blitar, 25 Januari 2019
Ahmad Fahrizal Aziz